Rabu, 22 Februari 2017

Balada Seorang Perantau I

Balada Seorang Perantau I

   "Cit cit cit cit" pagi ini aku terbangun oleh suara burung-burung yang ada di pohon mangga itu.
Dengan badan yang masih lemas aku nikmati suara sautan burung-burung itu. Tiba-tiba dibawanya aku pada sebuah lamunan, lamunan dengan suara burung yang sama namun suasana yang berbeda.
Aku berada di pedesaan dengan gubug-gubug yang sederhana. Aku melihat sosok gagah yang bersemangat bersiap untuk pergi ke sawah, dan seorang wanita dengan kulit segarnya yang akan menuju kepasar. Ya benar, itu adalah bapak dan ibuku. Sungguh nyaman suasana yang kurasa disana, ketidak tenangan hadir hanya sebatas gerutuan dari bapak yang melihat anak-anaknya hanya malas-malasan di depan tv. Sungguh itu adalah keributan yang terindukan untukku.
Tak lama keduanya pun pergi, aku dan adikku hanya sibuk ribut karna kelaparan dan acara tv yang itu-itu saja. Akhirnya aku memutuskan untuk tidur lagi dan adikku pergi bermain.

    Aku merasa baru beberapa menit memejamkan mata namun suara wanita yang nyaring itu tiba-tiba memaksaku untuk bangun dan makan siang bersama di meja makan.
Akupun kaget ternyata matahari benar-benar telah di atas, suara muadzin yang merdu sudah terdengar. Aku segera beranjak dan lari menuju meja makan karena perutku sudah bernyanyi-nyanyi selayaknya paduan suara di upacara bendera.
Ternyata semua sudah di meja makan, bapakku pun menyambutku dengan sindiran yang menggelikan "bujangan mana yang mau dengan perawan pemalas" katanya.
Aku hanya melirik dan tak tertarik untuk menanggapinya. Aku hanya tertarik dengan apa yang anak dimeja makan. "aaaa aku lapar sekali..." satu sendok makanan siap mendarat dimulutku.
Tiba-tiba "Yur sayur.. sayur sayur.." Suara abang sayur menyadarkanku dari bayangan ketenangan itu.
    "Aaaaaa sudah senin lagi..." Keluhku saat mulai tersadar. Kemudian aku bangun dan menarik korden jendela kamarku, "Ya benar inilah kenyataannya" Aku berbicara pada diriku sendiri dengan tatapan lurus keluar jendela.
Aku membayangkan wajah ibu dan bapakku tiba-tiba air mata jatuh dari mataku, semakin deras dan diiringan suara rintih yang tidak bisa ditahan.Aku ingin kembali, kembali pada bayangan yang merindukan itu, aku rindu pada suasana damai itu.
   "Pagi pak.. Maaf pak sebelumnya, hari ini saya ijin tidak masuk karena sakit. Mohon kemaklumannya, terima kasih." Ku kirimkan pesan tersebut kepada atasanku.
Tak lama kemudian beliau membalas "oke, semoga lekas sembuh" kubacakan dengan gaya bicaranya yang khas. Sungguh pribadi yang kacau, hanya karena rusak suasana hati membuat aku memutuskan untuk tidak berangkat bekerja dengan alasan sakit.
"Hmm harusnya aku nggak kaya gini" sambil menghembus napas penuh penyesalan. Akupun kembali menarik selimut dan melanjutkan tidur panjang untuk hari ini.
    Pertengahan siang sudah terlewati, akupun bangun dan membuka handphone yang ada di sampingku. "Ya selalu begini, berangkat atau tidak. Mau sehat ataupun sakit selalu saja seperti ini, dipaksa untuk siap bekerja kapan saja" kesalku.
Tekanan pekerjaan membuat aku semakin membuatku malas untuk bekerja, ketidak nyamanan karena dikejar rentenir pekerjaan. Kadang aku berpikir untuk kabur dari pekerjaan ini, tapi aku menguatkan diri bahwa aku tidak sepayah itu.
Dengan terpaksapun aku membalas pesan tersebut dan mulai mengerjakan apa yang telah ditugaskan. "Pantas saja banyak pegawai yang memilih keluar. Mungkin salah satunya ini, tekanan lebih tinggi dari gaji" cakapku sambil menatap layar komputer.
   Kemudian aku berpikir jika kita tidak nyaman pada suatu pekerjaan, bagaimana kita akan cinta pekerjaan tersebut, kalau sulit untuk cinta bagaimana kita akan melakukan yang terbaik.
Ya benar harusnya kita memilih pekerjaan yang sesuai dengan apa yang kita sukai, bukan apa yang akan menunjang kehidupan kita. Dengan kita mengerjakan sesuatu yang kita sukai kita pasti akan melakukan yang terbaik,
jika kita mengerjakan hal tersebut dengan baik maka akan ada hal lain yang ikut mengalir di dalamnya termasuk gaji yang didapat.
   "Ya benar, harusnya seperti itu" akupun membenarkan apa yang aku pikirkan dalam hati.

Bersambung.......

Tidak ada komentar:

Posting Komentar